Notification

×

Iklan

Admin FB "Bukan Tolitoli Bicara Part 2" Desak APH Panggil dan Periksa Kepala Sekolah MIN 2 Tolitoli

| Juli 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-14T01:03:37Z



TREND SULAWESI – Aparat Penegak Hukum (APH) diminta bersikap dan mengambil tindakan terkait praktik bisnis yang berlangsung di sekolah di Kabupaten Tolitoli.


Dalam unggahan di media sosial Facebook Yusuf, Mappiase menyatakan, seharusnya APH mengusut masalah tersebut agar praktik komersialisasi pendidikan bisa dihentikan.


“APH bisa masuk mengusut temuan di MIN 2 Tolitoli yang memberikan nota baju seragam ke wali murid untuk di beli di salah satu toko. Karena bisnis seragam siswa di sekolah itu merupakan pelanggaran terhadap aturan,” kata Yusuf kepada media TREND SULAWESI. COM, senin (14/07/2025). 

Menurutnya, Kesepakatan bersama tahun lalu di Hotel Bumi Harapan yang di hadiri APH, Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah tahun ini dengan komitmen tidak ada lagi nota-nota dari sekolah terkait pengambilan baju seragam di toko tertentu. 


"Namun kesepakatan tersebut telah dicederai, nota-nota pengambilan baju seragam masih dilakukan oleh Pihak Sekolah dengan harga yang di tentukan atau diwajibkan, " keluhnya. 


"Para orang tua mengeluh dan berteriak dalam hati karena ini terkait nasib dan masa depan anak-anak mereka APH harusnya sudah bertindak tegas karena kesepakatan bersama telah di khianati, periksa dan tangkap Kepala Sekolah dan Dewan Komite Sekolah yang bermain-main di baju seragam, " tegasnya. 


“Diduga kuat pihak sekolah bekerja sama dengan komite sekolah, dan penyendia seragam sekolah” kata Sekolah


Menurutnya, meski negara tidak secara langsung dirugikan dalam bisnis seragam siswa, namun ada pihak-pihak yang mendapat keuntungan langsung dari bisnis tersebut. Padahal, bisnis di lingkungan sekolah telah dilarang keras. Itu sebabnya, Rawa menilai bisnis di lingkungan sekolah bisa digolongkan masuk dalam kategori pungutan liar (pungli).


Namun, jika keuntungan bersifat ilegal dari bisnis seragam siswa di sekolah dinikmati oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), maka peristiwa tersebut bisa dijerat dengan penerimaan hadiah atau gratifikasi yang merupakan salah satu dari jenis korupsi.


“Jadi bisa saja masuk dalam kategori pungli atau gratifikasi,” terang Yusuf. 


Yusuf menyatakan, pembiaran terjadinya bisnis di lingkungan sekolah oleh otoritas terkait lekat hubungannya dengan perilaku bernuansa korupsi. Sebab korupsi tidak berdiri sendiri, namun berawal dari jenjang paling bawah sampai paling atas yang menutup mata atas bisnis-bisnis di lingkungan sekolah.


“Itu sarat gratifikasi. Pembiaran ini terjadi lekat hubungannya dengan korupsi,” kata Yusuf saat dimintai pendapatnya. 


Yusuf mengekritisi paradigma pendidikan yang belum berubah, karena pendidikan justru dipandang sebagai kegiatan bisnis atau kapitalisasi.


“Ada budaya permisif terhadap korupsi yang terjadi di pendidikan kita. Hal itu disetujui oleh orang tua murid dengan alasan rasa takut. Akhirnya praktik ini berkembang subur dan berkelanjutan,” kata Yusuf yang merupakan admin di grup Facebook Bukan Tolitoli Bicara Part 2 itu. 


Ia menyoroti ketidakpedulian pemerintah pada praktik sarat korupsi di lingkungan pendidikan.

×
Berita Terbaru Update